#Berita dari Pikiran Rakyat tentang dampak kenaikan BBM#
YOGYAKARTA,(PR).-
Dalam kurun waktu 3-6 enam bulan mendatang, diperkirakan bakal terjadi ledakan pasien akibat gangguan psikologis atau kejiwaan. Saat ini, pascakenaikan harga BBM jumlah pasien di Poli Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Sardjito Yogyakarta mengalami peningkatan hingga 100 persen.
Kepala SMF Poli Kesehatan Jiwa RS Sardjito Yogyakarta, Prof. Dr. Suwadi mengatakan hal itu saat ditemui wartawan di ruang kerjanya, Jumat (14/10). "Saat ini, rata-rata setiap hari pasien yang datang ke poli mencapai 15 - 20 orang. Sedangkan sebelumnya, antara 5-10 pasien," ujarnya.
Kendati demikian, lanjut Suwadi, pasien yang datang belum tentu karena faktor kenaikan harga BBM. Sebab, banyak faktor lain yang juga menjadi pemicu gangguan jiwa. Artinya, kenaikan BBM hanya salah satu pencetus bertambahnya orang terkena gangguan jiwa.
Menurut Suwadi, belakangan ini penduduk Indonesia bertubi-tubi mendapat stressor (faktor pemicu stres), baik alamiah maupun buatan manusia. Stressor alamiah bisa berupa banjir, topan, gempa, tsunami, dll. Sedangkan stressor buatan manusia yang sebenarnya bisa diantisipasi antara lain, kerusuhan sosial, penyakit menular (berita serangan penyakit, seperti flu burung yang berlebihan), bom Bali, dll.
Orang yang berada dalam tekanan, jiwanya bisa mudah sakit. Akibat tekanan, menjadikan orang depresi, meningkatnya kecemasan, gangguan pascatrauma, perilaku agresif, hingga penyalahgunaan obat-obatan terlarang.
"Konflik kekerasan dalam rumah tangga serta tontonan di televisi, juga menjadi pemicu stres. demikian pula kenaikan harga BBM, sangat berpengaruh pada kejiwaan keluarga, terutama yang berasal dari kalangan keluarga miskin," tuturnya.
Pertolongan psikiater
Berdasarkan hasil penelitian, kata Suwadi, orang yang betul-betul sehat hanya 20 persen sedangkan 60 persen lainnya membutuhkan pertolongan pskiater akibat gangguan kejiwaan. Hal itu, juga bergantung masing-masing individu dalam menyikapi keadaan. Misalnya, dalam kondisi normal hanya lima persen yang terkena depresi. Tetapi, ketika kondisi berubah seperti saat ini (harga BBM naik), bisa meningkat sampai 20 persen.
"Jadi, gangguan jiwa tidak begitu saja terjadi, tetapi membutuhkan proses dan butuh waktu," ujarnya pula.
Sementara itu, kenaikan jumlah pasien jiwa tidak hanya di RS Sardjito, namun di RS khusus jiwa Grasia Yogyakarta juga terjadi lonjakan pasien. Kepala RS Grasia, dr. Andung Santosa mengatakan, dalam kurun waktu 14 hari (1-13 Oktober) jumlah pasien jiwa berjumlah 150 orang.
Jumlah tersebut naik sekira 10 persen dari bulan sebelumnya. Hanya, kata dr. Andung, pihaknya tidak berani memvonis peningkatan itu akibat kenaikan harga BBM. "Banyak faktor yang bisa menjadi pencetusnya. Kenaikan harga BBM mungkin saja bisa menjadi salah satu faktor pemicu," ujarnya.
Pada bagian lain, Masyarakat Hukum Indonesia (MHI) mengajukan, permohonan judicial review terhadap Peraturan Presiden (Perpres) No. 55 Tahun 2005 tentang harga jual eceran BBM di dalam negeri ke Mahkamah Agung (MA), karena dianggap tidak selaras dengan sejumlah perundangan lainnya. Pengajuan tersebut langsung dilakukan Direktur Eksekutif MHI, Wakil Kamal serta diterima Kasubdit Kasasi dan PK TUN MA Abdul Manan di gedung MA, Jln. Medan Merdeka Utara, Jakarta, Jumat (14/10).
MHI menganggap pepres tersebut tidak mengindahkan prinsip-prinsip pembentukan perpu sebagaimana diatur dalam UU No. 10 Tahun 2004. Selain itu, Perpres tersebut bertentangan dengan UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
"MK telah menyatakan bahwa pasal 28 ayat 2 dan 3 tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Pertimbangan MK atas pasal tersebut lebih kepada tanggung jawab negara melindungi segenap rakyat Indonesia," kata Kamal. (A-101/A-84)***
No comments:
Post a Comment