"Ini adalah pengalaman lucu ketika demonstrasi...." (SKL)
DIPONEGORO, (GALAMEDIA, 4 OKTOBER 2005).-Sedikitnya 100 orang demonstran dari tiga kelompok massa terjebak di tengah ribuan tentara yang sedang melakukan acara geladi resik peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-60 Tentara Nasional Indonesia (TNI) di Jln. Diponegoro Bandung, Senin (3/10). Akibatnya, para demonstran tidak terlalu leluasa melakukan aksinya menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang sudah diumumkan pemerintah, Jumat (1/10).
Aksi unjuk rasa menolak kenaikan harga BBM dimulai sekira pukul 11.15 WIB ketika sekitar 40 mahasiswa dari badan eksekutif mahasiswa (BEM) se-Bandung Raya mencoba mendatangi Gedung Sate, Jln. Diponegoro Bandung. Namun, para pengunjuk rasa gagal mendekati Kantor Gubernur Jabar itu karena Jln. Diponegoro di depan Gedung Sate diblokir aparat kepolisian, berkaitan dengan acara geladi resik peringatan hari jadi TNI.
Polisi kemudian mengarahkan para demonstran ke depan Gedung Geologi. Ketika para orator dari BEM sedang melakukan orasi, datang kelompok massa kedua dari Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Daerah Bandung yang langsung bergabung dengan massa BEM.
Suasana aksi penolakan kenaikan harga BBM semakin hiruk pikuk. Ditambah suara derap langkah kaki ribuan tentara yang bergerak dari Lapangan Gasibu menuju Jln. Diponegoro untuk melakukan persiapan defile.
Kebetulan, sebelum melakukan defile, ribuan tentara dari berbagai kesatuan berbaris di Jln. Diponegoro, tepat di tempat para pengunjuk rasa beraksi. Ketika barisan tentara yang jumlahnya ribuan itu datang dengan lagu-lagu khasnya, para pengunjuk rasa yang awalnya berada di tengah jalan langsung menyingkir ke median dan jalan di sebelahnya.
Meski berada di tengah "kepungan" tentara yang berjejer hingga Gedung Pusat Dakwah Islam (Pusdai), para mahasiswa terus melakukan orasi. Namun, orasi mereka sedikit tenggelam oleh yel-yel tentara yang terus bergema. Bahkan, ketika defile dimulai, para demonstran harus rela dipindahkan lagi ke Jln. Cilaki.
Di Jln. Cilaki, mahasiswa KAMMI sempat melakukan aksi pembakaran poster yang bertuliskan "SBY-JK Kelewatan". Dalam pernyataan sikap yang disampaikan Ketua KAMMI Daerah Bandung, Didi Rahmad, kenaikan harga BBM yang telah diumumkan pemerintah merupakan kenaikan harga BBM tertinggi dalam sejarah.
Teriaki gubernur
Setelah defile tentara berakhir, petugas kepolisian mengizinkan para pengunjuk rasa mendekati pintu gerbang Gedung Sate. Namun, hanya mahasiswa BEM yang melanjutkan aksinya ke depan Gedung Sate, sedangkan mahasiswa KAMMI langsung membubarkan diri.
Di depan Gedung Sate, selain kembali melakukan orasi, mahasiswa dari BEM mulai meneriaki Gubernur Jabar, Drs. H. Danny Setiawan agar mau berdialog dengan mereka. Namun, karena gubernur tak muncul, para demonstran mendorong-dorong pintu gerbang hingga menimbulkan suara berderik.
Bahkan, sedikitnya lima demonstran berhasil melompati pagar dan merangsek ke dalam Gedung Sate dan naik ke lantai dua untuk menemui Gubernur Jabar di ruangannya. Kendati demikian, para mahasiswa tetap gagal bertemu gubernur dan hanya diterima sekretaris pribadi (sekpri) gubernur, Iwan Darmawan.
Diizinkan masuk
Sementara itu, massa Ikatan Senat Mahasiswa Hukum Indonesia (Ismahi) Jabar datang sekira pukul 12.30 WIB. Puluhan mahasiswa kali ini diizinkan masuk ke halaman Gedung Sate, meskipun dengan penjagaan ketat dari Keamanan Dalam (Kamdal) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar dan aparat kepolisian.
Dalam pernyataannya, Koordinator Ismahi Wilayah Jabar, Cecep Agam Nugraha menyatakan, Ismahi mengecam kebijakan pemerintah yang menaikan harga BBM dengan sangat tidak berperikerakyatan. Bahkan, para mahasiswa mendesak DPR untuk memberikan mosi tidak percaya terhadap kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla (SBY-JK).
"Bila tuntutan kami tidak dipenuhi, mahasiswa menuntut untuk digelarnya referendum sebagai pencabutan mandat yang telah diberikan kepada SBY-JK sebagai presiden dan wakil presiden," kata Cecep.
Belum operasi pasar
Sementara itu, Gubernur Jabar, Drs. H. Danny Setiawan, M.Si. menyatakan, ia menilai belum perlu melakukan operasi pasar. Meskipun harga beras sudah lebih Rp 3.500/kg setelah kenaikan harga BBM, namun hal itu belum merata secara regional di Jabar.
Kalau harga beras sudah merata di atas Rp 3.500/kg, lanjut Danny, ia baru akan menggelar operasi pasar. Bahkan, jika operasi pasar tidak membuat harga beras stabil, pemerintah pusat akan mengimpor beras. "Impor bukan urusan saya. Tapi kalau operasi pasar tidak kuat menstabilkan harga beras, kita akan melaporkannya ke pemerintah pusat. Maka, impor beras akan dilakukan," kata Danny. (B.83/B.82)**
No comments:
Post a Comment