BANDUNG, (Pikiran Rakyat, 29 Maret 2005).-Komisi analisis mengenai dampak lingkungan (Komisi Amdal) yang dibentuk Pemkot Bandung untuk mengkaji kawasan Punclut, seharusnya diumumkan kepada publik secara transparan. Keterbukaan itu menjadi salah satu syarat kualitas amdal. Selain itu, kapasitas pakar yang terlibat di dalamnya harus benar-benar independen dan profesional.
Demikian disampaikan guru besar hukum lingkungan dari Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (FH Unpad) Bandung Prof. Dr. Daud M. Silalahi di sela-sela diskusi lingkungan yang membahas kontroversi kasus Punclut di Aula Sanusi Hardjadinata Kampus Unpad Bandung, Senin (28/3). Diskusi juga menghadirkan pembicara pakar biologi dari ITB Dr. Taufikurahman dan pakar hukum Zainal Muttaqin, S.H, M.H, dihadiri berbagai unsur, antara lain Kepala Dinas Tata Kota Bandung Juniarso Ridwan, perwakilan LSM di antaranya DPKLTS, dan mahasiswa.
Menurut Daud, pembangunan Punclut termasuk jenis kegiatan yang wajib amdal. "Secara hukum, kelayakan lingkungannya menjadi tanggung jawab Komisi Amdal yang berkompeten. Keputusan tentang kelayakan lingkungan berdasarkan Amdal merupakan prasyarat proses tentang izin kegiatan."
Prasyarat penting pelaksanaan amdal adalah pelibatan masyarakat secara penuh. "Termasuk masyarakat harus mengetahui siapa-siapa saja yang terlibat dalam Komisi Amdal, serta kapasitas masing-masing. Masyarakat juga dimungkinkan melakukan gugatan seandainya menilai pakar yang dilibatkan dianggap tidak lagi independen dan profesional," kata Daud.
Ditanya tentang definisi "masyarakat", yang pada kenyataannya seringkali diklaim oleh pihak-pihak yang bertentangan, menurut Daud harus dikembalikan pada tataran empirik dan ilmiah. "Bukankah kita memiliki pakar dalam bidang sosial budaya, ada antropolog dan sosiolog. Kembalikan kepada mereka untuk menentukan parameter siapa yang disebut masyarakat dalam konteks pengelolaan lingkungan ini," ujar Daud.
Sementara itu, Taufikurahman menegaskan berdasarkan berbagai pertimbangan empirik, peruntukan yang terbaik dalam menata kawasan Bandung Utara, termasuk Punclut, adalah dengan menghutankannya kembali. "Menjadikannya sebagai daerah ekowisata dengan memberikan peran signifikan kepada masyarakat sekitar melalui pengembangan keterampilan, sebagai pemanfaat hasil hutan nonkayu, pemandu wisata, penyedia barang sovenir dan lain-lain," tuturnya.
BEM
Diskusi kemarin sempat diwarnai pembacaan pernyataan sikap oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Kema Unpad atas aksi mendukung pembangunan Punclut, yang mereka nilai telah mencatut nama BEM Se-Bandung Raya.
Dalam pernyataan sikap yang ditandatangani Presiden BEM Kema Unpad Indra Kusumah ditegaskan, aksi mahasiswa pada 25 Februari 2005 yang mengatasnamakan BEM Se-Bandung Raya di DPRD Kota Bandung dan mendukungan pembangunan Punclut adalah aksi gadungan.
"Aksi itu hanya mengatasnamakan BEM Se-Bandung Raya, termasuk mencatut nama BEM Unpad, KM ITB, BEM UPI, BEM IAIN, dll. Pernyataan BEM Se-Bandung Raya mendukung pembangunan Punclut merupakan kebohongan publik," katanya