Sunday, July 31, 2005

PENOLAKAN TPST BOJONG BERLANJUT

Sejumlah LSM dan Badan Eksekutif Mahasiswa Konsolidasi

BOGOR, (GALAMEDIA, 27 JULI 2005).-
Penolakan terhadap rencana uji coba Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Bojong, Klapanunggal yang direncanakan Rabu (27/7) besok terus berlanjut. Bahkan, Senin (25/7) sejumlah warga Desa Bojong didampingi beberapa koordinator lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan kalangan intelektual dari perguruan tinggi negeri ternama berkumpul di Kp. Rawajeler, Desa Bojong, Kec. Klapanunggal, Kab. Bogor untuk melakukan konsolidasi penolakan.

Hasil pemantauan di lapangan, LSM yang tampak hadir di antaranya Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Lingkungan (FKMPL) Bogor, Komisi Anti-Kekerasan (Kontras), dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung.

"Ada beberapa pertimbangan mengapa kami ikut menolak TPST Bojong untuk dioperasikan. Di antaranya pengelola TPST sudah melakukan kebohongan publik, memanipulasi areal TPST, dan menggunakan gaya-gaya premanisme untuk memuluskan rencananya," beber Indra Kusumah, Presiden BEM Unpad Bandung.

Menurut Indra, tak ada secuil alasan pun yang bisa dijadikan sebagai dasar TPST diujicobakan, apalagi dioperasikan. Sebab, berbagai institusi pemerintah, seperti Departeman Lingkungan Hidup, DPR-RI, DRPD Jabar, dan DPRD Kab. Bogor telah menyatakan bahwa TPST Bojong menyalahi aturan sehingga tidak layak dioperasikan.

"Saya sudah melihat sendiri lokasi TPST. Tepat di belakang TPST ada alur sungai yang bisa tercemar kalau sampai TPST dioperasikan. Selain itu, kapasatias jalan menuju TPST sangat tidak memadai dilalui kendaraan-kendaraan besar," sambungnya.

Ia menilai, Pemkab Bogor dan pihak-pihak terkait lainnya terindikasi memaksakan kehendak dengan merestui uji coba TPST yang rencananya dilakukan Rabu (27/7). Oleh sebab itu, ia tetap akan menyuarakan penolakan terhadap TPST.

Apalagi terbetik kabar uji coba akan disaksikan oleh konsorsium perguruan tinggi yang terdiri dari UI, Unpad, IPB, dan ITB. Ia mencurigai kehadirian kalangan intelektual tersebut sebagai upaya melegalkan TPST dioperasikan. "Kami belum memercayai sepenuhnya informasi tersebut. Kami akan cek hal itu ke kampus," ujarnya.

Sementara itu, menurut koordinator FK-MPI, Ustaz Mizhar yang juga tokoh masyarakat Desa Bojong, warga tujuh desa di sekitar lokasi TPST, yakni Desa Bojong, Cipeucang, Sukamaju, Situsari, Singasari, Mampir, dan Desa Cikahuripan tetap menolak TPST dioperasikan.

Bahkan, mereka menyatakan kesiapannya mengawal proses hukum terhadap penyimpangan-penyimpangan dalam proyek TPST. "Kalaupun ada negoisasi, kami hanya akan lakukan dalam konteks menutup dengan baik dan benar TPST Bojong," tegasnya. (B.65)**


TUTUP TPST BOJONG!

Rencana uji coba TPST Bojong di Desa Bojong, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, kembali menjadi wacana hangat di masyarakat. Pemprov DKI Jakarta, Pemkab Bogor dan PT Wira Guna Sejahtera hendak menjadikan Desa Bojong sebagai ”keranjang sampah” sekitar 6000 ton sampah per hari dari Jakarta. Setelah beberapa kali rencana uji coba dan gagal, Pemkab Bogor mengumumkan kembali rencana uji coba TPST Bojong antara tanggal 25-27 Juli 2005 dan TPST akan dioperasikan secara penuh pada awal Agustus.

Masyarakat bereaksi keras menentang rencana uji coba tersebut. Mereka mengadakan tabligh Akbar dan mimbar bebas pada tanggal 24 Juli 2005 yang dihadiri ribuan masyarakat anti TPST Bojong beserta tokoh masyarakat, LSM dan elemen mahasiswa. Tabligh akbar ini sebagai wujud penolakan uji coba TPST Bojong sekaligus jawaban atas statemen Pihak PT WGS yang menyatakan bahwa orang yang menolak TPST Bojong tinggal sekitar 120 orang.

Karena respon penolakan masyarakat tersebut, uji coba tidak jadi dilakukan di akhir Juli 2005. Namun, informasi terakhir uji coba akan dilaksanakan di awal Agustus 2005 dengan menghadirkan konsorsium ahli dari beberapa perguruan tinggi seperti UNPAD, ITB, UI dan IPB.

Mengapa terjadi penolakan yang sangat besar dari berbagai elemen terhadap pengoperasian TPST Bojong? Teramat banyak data dan fakta yang menunjukkan TPST Bojong memang tidak layak dioperasikan dan harus direlokasi ke tempat lain. Diantaranya:

Kebohongan Publik

Kebohongan pertama, Informasi yang diterima masyarakat pada mulanya adalah akan dibangun pabrik keramik di desa Bojong. Maka mereka pun menyetujui dan memberikan tanda tangan karena dijanjikan pekerjaan bagi masyarakat sekitar yang memang banyak pengangguran. Masyarakat marah dan merasa dibohongi ketika ternyata justru di tempat tersebut dibangun untuk dijadikan Tempat Pengolahan Sampah.

Kebohongan kedua, Surat persetujuan dari DPRD Kabupaten Bogor atas pembanguan TPST Bojong disinyalir palsu karena beberapa anggota dewan merasa tidak pernah ada pembahasan dalam sidang. Kasus pemalsuan tanda tangan anggota dewan ini dilaporkan ke polisi, namun tidak pernah ada tindak lanjut. Bahkan pimpinan DPRD yang diduga bertanggung jawab atas kasus ini bisa dengan tenang melenggang menjadi anggota DPR Pusat.

Kebohongan ketiga, Dalam surat perizinan pendirian TPST Bojong disebutkan luas wilayah adalah 20 hektar. Ketika TAWB (Tim Advokasi Warga Bojong) melakukan pengukuran, ternyata luas yang digunakan diperkirakan sekitar 30-35 hektar.

Pelanggaran Hukum

Pelanggaran pertama, SK Bupati No 591/31/Kpts/Huk/2001 Pemberian izin lokasi pembanguna TPST Bojong yang dikeluarkan Bupati Kabupaten Bogor serta SK Pimpinan DPRD kabupaten Bogor No. 41 Tahun 2002 tentang persetujuan kesepakatan bersama antara Pemerintah Kabupaten Bogor dengan PT WGS, bertentangan dengan Perda No. 27 tahun 1998 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor yang menegaskan kawasan daerah tersebut sebagai kawasan pengembangan permukiman, pengembangan pariwisata dan pertanian, dan bukan sebagai tempat pengolahan sampah

Pelanggaran kedua, SK Bupati No 591/31/Kpts/Huk/2001 dan SK Pimpinan DPRD kabupaten Bogor No. 41 Tahun 2002 di atas juga bertentangan dengan UU No. 42 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang yang dalam pasal 5 ayat 2 disebutkan: ”Setiap orang berkewajiban menaati Tata Ruang yang telah ditetapkan.”

Masalah AMDAL

Masalah pertama, Jika ditinjau dari aspek lingkungan hidup, maka lokasi TPST Bojong sangat tidak layak karena berdekatan dengan tempat pemukiman penduduk di sekeliling TPST. Bahkan ada rumah penduduk yang bagian belakangnya sangat berdekatan dengan benteng TPST (sekitar 5-10 meter), padahal dalam peraturan seharusnya jarak antara TPST dengan pemukiman minimal 300 meter

Masalah kedua, Jarak TPST dengan pemukiman penduduk yang sangat dekat memungkinkan bau sampah akan sangat mengganggu masyarakat. Sebagai contoh TPST Bantargebang baunya tercium sampai 10 kilo meter. Padahal dalam radius tersebut, TPST Bojong dikelilingi oleh pemukiman, perumahan dan real estate yang tersebar di beberapa desa.

Masalah ketiga, Di belakang TPST Bojong ada sungai Cikarang yang menjadi sumber air bagi kebutuhan penduduk sekitar, terutama pada waktu musim kemarau sungai tersebut menjadi sumber utama air penduduk. Jika sungai tersebut sampai tercemar, maka akan merugikan masyarakat di beberapa kecamatan sekitar TPST Bojong.

Masalah keempat, Jalan yang akan dilalui truk-truk sampah kurang layak dilalui kendaraan-kendaraan besar apalagi jumlahnya mencapai ratusan truk sampah dalam sehari semalam. Selain itu, ratusan truk sampah yang akan melalui jalan tersebut biasanya menjatuhkan air sampah yang bau seperti pada waktu uji coba sebelumnya. Hal ini jelas mengganggu warga yang tinggal di sepanjang jalan tersebut.

Masalah kelima, Sampah yang menggunung bisa menyebabkan pencemaran air dan udara. Ini bisa menyebabkan penyakit TBC, Asma, penyakit kulit dan sebagainya

Masalah teknologi yang digunakan

Masalah pertama, Dalam tiga kali uji coba pertama, ternyata mesin yang digunakan gagal. Hal ini menunjukkan teknologi yang digunakan belum benar-benar teruji dan tidak bisa diandalkan.

Masalah kedua, Kapasitas mesin yang hanya mampu mengolah sampah sekitar 300 ton sampah setiap hari. Dengan jumlah mesin yang hanya tiga buah (informasi terakhir hanya satu yang berfungsi) berarti dalam satu hari hanya mampu mengolah sampah 900 ton sampah. Jika diasumsikan dari 6000 ton sampah ada sekitar 1500 ton sampah anorganik setiap hari, maka setiap hari terjadi penumpukan 600 ton sampah. Belum lagi jika terjadi listrik mati atau ada kerusakan pada mesinnya, maka penumpukan sampah bisa berkali lipat. Berdasarkan perhitungan WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia), jika terjadi penumpukan sampah 600 ton dan luas TPST betul-betul 20 hektar, maka TPST hanya mampu digunakan maksimal selama 114 hari. Padahal, dalam izinnya selama lima tahun

Premanisme dan Kekerasan

Masyarakat yang menolak kehadiran TPST Bojong mendapatkan intimidasi dan teror. Rumah pimpinan FKMPL (Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Lingkungan) dibakar oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Tidak hanya itu, ancaman bertebaran menakut-nakuti warga sekitar TPST. Pihak kepolisian pun ternyata terlibat melakukan kekerasan terhadap warga yang dituduh merusak TPST pada tanggal 22 November 2005.

Penolakan berbagai elemen

Tidak hanya masyarakat sekitar yang menolak pengoperasian TPST Bojong, tapi juga LSM (WALHI, YLBHI, PBHI, KONTRAS dll), Organisasi Pergerakan Kemahasiswaan (BEM UNPAD, BEM IPB, KAMMI Bogor, FAM UI, LSADI dll), dan Organisasi Kemasyarakatan (KAHMI, Pemuda Muhammadiyyah dsb). Bahkan DPRD Kabupaten Bogor, DPRD Jawa Barat, DPR RI, Departemen Lingkungan Hidup, BPPT, Gubernur Jawa Barat dan lain-lain pun semuanya sepakat bahwasanya TPST Bojong harus ditutup.

Sebenarnya permasalahan ini sangatlah jelas dan terang, seterang mentari di siang hari. TPST Bojong sangat tidak layak untuk dioperasikan ditinjau dari berbagai aspeknya. Namun anehnya, Gubernur DKI, Bupati Kabupaten Bogor dan PT WGS masih bersikeras untuk melakukan uji coba dan mengoperasikan TPST Bojong.

Pemaksaan kehendak yang ditentang berbagai pihak ini bisa jadi menimbulkan konflik sosial yang besar dan akan merugikan semua pihak. Sebaiknya Gubernur DKI Jaya, Bupati Kabupaten Bogor dan PT WGS merelokasi TPST Bojong secepatnya ke tempat lain yang lebih tepat dan cocok.

Kasus ini juga merupakan tantangan bagi semua pihak untuk merumuskan konsep terpadu pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan dan tidak menimbulkan kerugian yang jauh lebih besar.

MAHASISWA UNPAD, BERSATULAH!

Wahai kalian yang rindu kemenangan

Wahai kalian yang turun ke jalan

Demi mempersembahkan jiwa dan raga

Untuk negeri tercinta

....

Wahai mahasiswa Universitas Padjadjaran....

Indonesia belum berhasil keluar dari masa transisi demokrasi...

Dan Universitas Padjadjaran dalam masa transisi menyongsong konsep baru: BHPT!

Ya, Hari ini kita berada di masa transisi demokrasi, baik level negara maupun di kampus kita tercinta. Kita sedang berada di momentum paling sublim yang akan menentukan masa depan negeri dan kampus kita. Kita sedang memasuki wilayah ketidakpastian, ketidakjelasan dan ketidakmungkinan. Masa-masa yang bisa jadi menjenuhkan sekaligus menggoda.

Sungguh! Kita tidak anti dengan perubahan. Perubahan merupakan sebuah keniscayaan. Perubahan pula adalah sesuatu yang kita tuntut. Tidak ada yang tidak berubah. Tugas kesejarahan kita adalah memastikan perubahan ke arah yang ideal. Perubahan yang menikahkan idealita dengan realita.

Namun memastikan arah perubahan bukan merupakan kerja individu. Ia merupakan ruang sejarah yang hanya bisa dilalui oleh sinergisitas kerja kolektif unsur-unsur bangsa ini, dan elemen-elemen kampus ini. Maka tidak ada kata lain kecuali Bersatulah!

Memang sulit menyatukan mahasiswa Unpad, tapi mungkin. Dan diwilayah kemungkinan itu kita bergerak. Memang di sana ada perbedaan-perbedaan di antara mahasiswa Unpad. Di sana pula ada konflik-konflik masa lalu. Hal-hal ini seolah bersatu merintangi bersatunya mahasiswa Unpad.

Maka ketahuilah! Perbedaan itu bukan alasan berpecah belah. Yang membuat berpecah belah bukan karena perbedaan di antara kita, tapi karena penyikapan atas perbedaan tersebut. Konflik-konflik dan dendam itu adalah konflik para pendahulu kita, dan bukan konflik kita. Mereka telah berbuat yang terbaik untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan pada zamannya. Dan hari ini, kita memiliki zaman sendiri dengan permasalahan baru yang tersendiri pula dan berbeda dengan masa lalu. Jangan sampai kita menghadapi persoalan sekarang dengan pikiran masa lalu.

Ketika kita memperjuangkan prinsip bernama “dari, oleh dan untuk mahasiswa” serta prinsip kemitraan, maka kita sedang menjalani suatu masa yang akan menentukan masa depan kemahasiswaan di Universitas Padjadjaran. Kita sedang memasuki era penegasan identitas dan kepastian jati diri mahasiswa Unpad.

“Benturan” yang terjadi bisa jadi keras, bahkan sangat keras. Tapi insya Allah kita bisa tetap konsisten, persisten dan resisten memperjuangkan prinsip-prinsip kemahasiswaan dan masa depan Unpad. Mungkin terjadi kesalahpengertian, namun kita akan shabar menjalani proses perubahan dengan seluruh dinamika yang terjadi.

Kita tidak perlu menghidupkan Soe Hok Gie, Arif Rahman Hakim, Subhan (Demonstran 1966 yang jadi wakil Ketua MPRS dan mati disinyalir sebagai proyek intelijen karena kritis terhadap Suharto) ataupun korban Tragedi Semanggi untuk membantu perjuangan kita. Kita bisa bersatu dan mandiri menuntaskan agenda gerakan mahasiswa internal kampus dengan cara-cara yang egaliter, elegan dan nir kekerasan.

Ketika kita bersatu. Maka agenda internal kampus bisa diselesaikan dengan mudah. Dan karena kita telah bersatu, maka kita bisa menjadi unsur perekat bagi bangsa ini yang berpecah belah.

Hingga kehadiran kita menjadi solusi bagi bangsa ini

Generasi baru yang mempesonakan sejarah

Yang memandu bangsa besar ini keluar dari krisis yang bertubi-tubi

Hidup mahasiswa!

Hidup Bangsa Indonesia

Marilah kawan mari kita kabarkan

Di tangan kita tergenggam arah bangsa

Marilah kawan mari kita nyanyikan

Sebuah lagu tentang pembebasan

LIBATKAN MAHASISWA!

Oleh : Indra Kusumah SKL*)

Memandang mahasiswa sebagai mitra dalam menjunjung tinggi harkat dan martabat almamater masing-masing

(Strategi Pengembangan Kemahasiswaan)

Konsep kemitraan bagi mahasiswa di kampus bukanlah hal baru yang mengada-ada. Dalam Pola Pengembangan Kemahasiswaan, disebutkan bahwa mahasiswa tidak hanya sebagai mitra para dosen dalam proses belajar mengajar yang dialogis, tapi juga sebagai mitra dalam menjunjung tinggi harkat dan martabat almamater masing-masing.

Merupakan hal yang tak terbantahkan bahwasanya mahasiswa merupakan unsur yang sangat berkepentingan dengan perguruan tinggi di mana dia belajar. Eksistensinya termasuk faktor desisif harkat dan martabat almamater tercinta. Maka mahasiswa merupakan bagian inheren dari sebuah perguruan tinggi yang keberadaannya tidak bisa dipisahkan.

Opini yang terbangun selama ini bahwasanya mahasiswa Universitas Padjadjaran kurang memiliki e’sprit de corps terhadap almamaternya dan kurang memiliki sense of belonging terhadap kampusnya. Terlepas dari setuju atau tidak, setidaknya itulah yang sering Saya temukan: Cukup jarang mahasiswa Unpad yang bangga dengan almamaternya. Ini pandangan subjektif yang Saya sendiri sangat berharap itu salah.

Anggap saja hal itu benar. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah: “Mengapa hal itu bisa terjadi?”

Pertanyaan tersebut bisa melahirkan berlaksa jawaban. Ketika Saya merenungkan pertanyaan ini, Saya menerka bahwasanya mahasiswa Unpad kurang memiliki sense of belonging dan kebanggaan terhadap almamaternya karena selama ini kurang diperlakukan sebagai pemilik syah kampus ini, karena selama ini mahasiswa kurang dilibatkan dalam proses-proses dinamika dan perkembangan kampusnya sendiri, karena mahasiswa kurang dilibatkan dalam pengambilan kebijakan di Universitas Padjadjaran.

Sejujurnya Saya merasa sedih ketika mendapat informasi ada birokrat kampus yang menyatakan,

“Kalian mahasiswa hanya tamu di Unpad ini!”

“Mahasiswa hanya penumpang di Universitas Padjadjaran”

“Memangnya mahasiswa bisa apa sehingga minta dilibatkan?”

Ungkapan-ungkapan di atas menunjukkan paradigma sebagian (besar?) birokrat kampus yang menganggap mahasiswa sebagai anak kecil, tamu dan penumpang di kampusnya sendiri. Seolah-olah mahasiswa tidak memiliki kampusnya sendiri dan tidak perlu terlibat dalam penentuan kebijakan yang berkaitan dengan mereka sendiri.

Lebih jauh lagi, garis demarkasi ini bisa menuju kepada paradigma bisnis dalam pendidikan seperti yang disampaikan salah satu spanduk di Unpad: “Kampus sudah seperti supermarket: Harga sudah ditentukan dan tidak bisa ditawar-tawar lagi!”. Tidak hanya secara finansial, tapi juga berkaitan dengan kebijakan yang dibuat.

Maka ketika hari ini Tim BHPT UNPAD tidak melibatkan mahasiswa dalam penyusunan konsepnya, dan ketika tersebar informasi dalam AD/ART UNPAD (yang belum disosialisasikan dan diuji publik), mahasiswa tidak dilibatkan dalam MWA (Majlis Wali Amanat), ini menjadi preseden kurang baik di masa yang akan datang.

Maka ketika proses-proses pengambilan kebijakan masih dilakukan secara tertutup, ini menjadi indikator UNPAD belum berubah ke arah yang lebih baik. Padahal hari ini kita hidup di zaman keterbukaan (tentu saja bukan berarti telanjang).

Terkadang Saya merasa malu ketika berdiskusi dengan kampus-kampus lain.

Ada kampus yang semua mahasiswa memiliki hak suara dalam memilih rektor karena dilakukan pemilihan langsung dan semua elemen kampus memiliki hak suara.

Ada kampus yang mahasiswa bisa menjadi peninjau dalam Sidang Senat Universitas.

Ada kampus yang ketika akan memberlakukan sistem pembayaran baru (yang bisa berdampak terhadap kenaikan biaya yang harus dikeluarkan mahasiswa), PR III dan PR II nya datang ke sekre BEM dan mendiskusikan konsep baru tersebut.

Ada kampus yang rektornya bisa berbincang-bincang dengan mahasiswa sambil lesehan di taman kampus.

Memang tidak semua kampus seperti itu. Namun kita semua menginginkan perubahan di Universitas Padjadjaran ke arah yang lebih baik. Perubahan yang lebih baik dari kampus-kampus lain.

Ya, Libatkan mahasiswa dalam pengambilan kebijakan di Universitas Padjadjaran!

Semoga Allah menjadikan Universitas Padjadjaran dipenuhi oleh orang-orang tua yang menyayangi orang muda dan orang-orang muda yang menghormati orang tua. Semoga!

”DARI, OLEH DAN UNTUK MAHASISWA”

Oleh : Indra Kusumah SKL

”Organisasi kemahasiswaan di perguruan tinggi diselenggarakan berdasarkan prinsip dari, oleh dan untuk mahasiswa dengan memberikan peranan dan keleluasaan lebih besar kepada mahasiswa”

(Keputusan Mendiknas No 155/U/1998 pasal 2)

Jarang sekali aktifis mahasiswa yang mengetahui prinsip pengelolaan lembaga kemahasiswaan tersebut. Sepertinya sepele, namun ketidaktahuan terhadap Keputusan Mendiknas No 155/U/1998 dan Pola Pengembangan Kemahasiswaan (yang sekarang tidak dicantumkan di Buku “Almamaterku Tercinta”) menjadikan para aktifis mahasiswa kurang memahami konsepsi kelembagaan dalam organisasi kemahasiswaan.

Dampaknya adalah mahasiswa memposisikan diri sebagai subordinat dari rektorat/dekanat/jurusan dan tidak mandiri dalam menentukan program dan kegiatannya. Selain itu tak jarang ada intervensi berlebihan terhadap lembaga kemahasiswaan sehingga ada kegiatan kemahasiswaan yang diambil alih birokrat kampus. Dalam jangka panjang, kondisi ini akan melahirkan para aktifis berjiwa kerdil dan inferior, kultur organisasi kemahasiswaan yang tidak sehat, pola komunikasi yang tidak elegan dan interaksi yang tidak egaliter dengan birokrat kampus.

Padahal, “dari, oleh dan untuk mahasiswa” adalah prinsip mengelola lembaga kemahasiswaan yang akan menjadikan para aktifis dan lembaganya mandiri dalam menentukan konsepsi kelembagaan, sikap, program dan kegiatannya.

Padahal, derajat kebebasan dan mekanisme tanggung jawab organisasi kemahasiswaan intra perguruan tinggi terhadap perguruan tinggi ditetapkan melalui kesepakatan antara mahasiswa dengan pimpinan perguruan tinggi dengan tetap berpedoman bahwa pimpinan perguruan tinggi merupakan penanggung jawab segala kegiatan di perguruan tinggi dan/atau yang mengatasnamakan perguruan tinggi (pasal 6 SK Mendiknas No 155/U/1998)

Padahal, kedudukan organisasi kemahasiswaan intra perguruan tinggi merupakan kelengkapan non struktural pada organisasi perguruan tinggi yang bersangkutan (pasal 4 SK Mendiknas No 155/U/1998). Jadi ketua lembaga kemahasiswaan tidak bertanggung jawab kepada rektorat atau dekanat, tapi bertanggung jawab kepada mahasiswa sesuai dengan konsepsi kelembagaan yang disepakati dalam forum kongres mahasiswa di kampusnya.

Padahal pula, hubungan dengan rektorat/dekanat dibangun atas dasar prinsip kemitraan. Prinsip kemitraan ini berarti:

Hal-hal yang merupakan kepentingan rektorat/dekanat/jurusan merupakan hak rektorat/dekanat/jurusan dalam menentukannya, mahasiswa hanya memberikan masukan. Contohnya struktur di rektorat, sistem administrasi dan sebagainya

Hal-hal yang merupakan kepentingan mahasiswa merupakan hak mahasiswa untuk menentukannya. Rektorat/dekanat/jurusan hanya memberikan masukan. Contohnya konsepsi kelembagaan, struktur organisasi, program kerja dan sebagainya

Hal-hal yang merupakan irisan kepentingan di antara kedua belah pihak ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. Contohnya waktu Pengenalan Lembaga Kemahasiswaan/Penerimaan Anggota Baru, dll

Hal ini sebagai konsekuensi logis dari Strategi Pengembangan Kemahasiswaan. Diantaranya:

Merujuk ciri dan cara masyarakat ilmiah dalam menghadapi dan mengatasi masalah yang ada

Mempertimbangkan karakteristik mahasiswa sebagai individu yang tergolong dewasa muda atau generasi muda bangsa

Menciptakan iklim atau komunikasi dialogis dalam mengatasi masalah yang dihadapi

Memandang mahasiswa sebagai mitra dalam menjunjung tinggi harkat dan martabat almamater masing-masing

Memegang prinsip dari, oleh dan untuk mahasiswa dalam penataan organisasi kemahasiswaan dan penyusunan program kemahasiswaan

Memanfaatkan secara optimal sarana dan prasarana kampus masing-masing dalam mengembangkan program atau kegiatan kemahasiswaan

Mengupayakan terwujudnya prinsip KIS (Kordinasi, Integrasi dan Sinkronisasi) baik antar unit kerja di dalam maupun dengan unit kerja/instansi lain yang terkait dengan program kemahasiswaan di luar kampus

Mengalokasikan sejumlah dana secara terencana, terarah, dan berkesinambungan sebagai pendukung

dll

Apakah di Universitas Padjadjaran sudah terbukti?

AGENDA GERAKAN DI MASA TRANSISI

By: Indra Kusumah SKL

Kepada para mahasiswa yang merindukan kejayaan

Kepada rakyat yang kebingungan di persimpangan jalan

Kepada pewaris peradaban yang telah menggoreskan

Sebuah catatan kebanggaan di lembar sejarah manusia

Kawan-kawan mahasiswa ...

Hampir sewindu gerakan reformasi ternyata Indonesia tidak berubah ke arah yang lebih baik. Reformasi mati suri: KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) merajalela, penindasan dan kesewenang-wenangan terhadap rakyat masih terjadi di mana-mana. Teramat banyak masalah kebangsaan yang membutuhkan partisipasi dan kontribusi mahasiswa untuk menyelamatkan bangsa ini untuk segera keluar dari masa transisi demokrasi.

Tidak hanya itu, di Universitas Padjadjaran pun bukan berarti sepi dari masalah. Rencana UNPAD menjadi BHPT merupakan masalah krusial yang perlu disikapi. UNPAD-pun sedang dalam masa transisi yang akan sangat menentukan masa depan almamater tercinta, apakah menuju profesionalisme lembaga atau justru komersialisasi pendidikan?

Oleh karena itu, kita perlu menyusun Agenda Gerakan Mahasiswa UNPAD di masa transisi ini, baik dalam skala makro maupun skala mikro. Setidaknya ada beberapa tawaran agenda utama Gerakan Mahasiswa Universitas Padjadajaran:

Agenda Nasional, Regional dan Lokal

Agenda ini berkaitan dengan permasalahan Nasional maupun level Jawa Barat dan Kota/Kabupaten sekitar Universitas Padjadjaran

· Revolusi Pemberantasan Korupsi (Asas Pembuktian Terbalik, Perlindungan Saksi Pelapor, Tuntutan ganda dengan Money Laundry, Hukum mati koruptor dll)

· Revolusi Pendidikan Indonesia (Realisasi min 20% APBN dan APBD untuk pendidikan, Tolak RUU BHP yang sarat nuansa komersialisasi dan kapitalisasi pendidikan, Pendidikan sebagai Leading Sector pembangunan Indonesia dll)

· Tolak Perpres 36/2005 tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum

· Pemberantasan Penyakit Masyarakat

Agenda Kampus

Agenda ini berkaitan dengan masalah internal kampus UNPAD. Pertemuan BEM UNPAD dan BEM Fakultas Se-Universitas Padjadjaran menyepakati Empat Tuntutan Mahasiswa yang menjadi Agenda Internal Gerakan Mahasiswa Universitas Padjadjaran:

· Tolak Komersialisasi Pendidikan di Universitas Padjadjaran

· Laksanakan Prinsip ”Dari, Oleh dan Untuk Mahasiswa” dalam pengelolaan Lembaga Kemahasiswaan

· Optimalkan Pelayanan terhadap kebutuhan mahasiswa Universitas Padjadjaran (Fasilitas dll)

· Libatkan Mahasiswa dalam pengambilan kebijakan di Universitas Padjadjaran

Agenda Insidental

Agenda ini berkaitan dengan permasalahan-permasalahan baru yang perlu disikapi oleh mahasiswa sebagai wujud advokasi terhadap permasalahan-permasalahan masyarakat, diantaranya:

· Tolak Pemberlakuan TPST Bojong

· Masalah pendirian Mall di kawasan Pendidikan (Jatinangor Town Square dan Padjadjaran Plaza)

· Dan lain-lain

Tulisan ini baru awal. Selanjutnya Saya akan menjelaskan masing-masing Agenda Gerakan Mahasiswa UNPAD ini dalam tulisan-tulisan selanjutnya. Saya juga berharap masukan dan kritik konstruktikf dari rekan-rekan mahasiswa...

Kesadaran yang komprehensif, soliditas dan sinergisitas berbagai elemen merupakan prasyarat kesuksesan agenda-agenda di atas. Mari kita himpun potensi terserak. Bersatu sehati tuntaskan perubahan....

Wahai mahasiswa Universitas Padjadjaran....

Perjuangan telah dimulai.....

Salam Revolusi.....!

TPST Diuji Coba Senin 2.000 Orang Apel di Bojong

Dadan Kuswaraharja - detikcom *Jakarta* -

Meski masih ditolak warga, Pemerintah Kabupaten Bogor dan Pemprov DKI Jakarta /keukeuh/ menguji coba Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bojong pekan depan. Untuk itu, hari Minggu (24/7/2005) ini, sekitar 2.000 orang yang terdiri dari warga, mahasiswa beserta tokoh masyarakat akan berkumpul untuk menolak uji coba itu.

"Ini bagian dari aksi penolakan warga, karena Senin (25/7/2005) ada rencana uji coba. Secara sosial, keberadaan TPST ini masih bermasalah dengan tujuh desa," ujar Koordinator Posko Pembelaan Warga Bojong Erwin Usman pada *detikcom* Minggu (24/5/2005).

Menurut Erwin, ketujuh desa yang menolak dioperasikannya TPST Bojong yakni Desa Bojong, Situsari, Cipeucang, Singasari, Sukamaju, Singajaya, dan Desa Mampir. Ketujuh desa ini letaknya bersebelahan dengan TPST. Pada prinsipnya, lanjut Erwin, warga tetap menolak keberadaan TPST Bojong. Warga menginginkan ada dialog yang adil antara pemerintah dengan warga yang bekerja di TPST sebagai buruh dan petugas kemanan, serta warga yang menolak.

"Ada sekitar 300 orang dari luar Bogor yang bekerja di TPST Bojong, kami meminta adanya dialog untuk menyelesaikan permasalahan ini," ujarnya.

Kegiatan itu bertajuk Rapat Akbar Mahasiswa dan Rakyat Tolak TPST Bojong. Berbagai elemen mahasiswa akan hadir misalnya BEM Unpad, BEM ITB, KAMMI, dan PBH HMI. Mereka juga menolak.

Acara yang bertempat di Lapangan Bola Bojong, Desa Bojong Kecamatan Klapanunggal, Bogor ini akan diisi dengan Pentas Seni Kerakyatan, dan orasi dari sejumlah tokoh. Erwin menyebutkan, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Sony Keraf dan pemimpin Pondok Pesantren Daarut Tauhiid Abdullah Gymnastiar juga dijadwalkan hadir. Aksi ini juga untuk memprotes Peraturan Presiden (Perpres)Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum yang dinilai merugikan. *(ddn)* *

Tuesday, July 19, 2005

SURAT TERBUKA UNTUK PRESIDEN

Ini adalah isi surat yang disampaikan BEM Se Bandung Raya kepada Presiden RI ketika mencegatnya di Gasibu Bandung:


BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA SE-BANDUNG RAYA

BEM UNPAD – KM ITB – BEM UPI – BEM STT TEKSTIL – BEM STT TELKOM – BEM POLTEKES BANDUNG – BEM POLBAN

Bandung, 12 Juli 2005

Kepada Yth

Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono

Presiden Republik Indonesia

Di

Tempat

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wa barakatuh

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan taufik dan hidayahnya kepada kita dan bangsa yang kita cintai ini...........

Pak Presiden…..

Surat ini adalah suara hati mahasiswa yang lahir dari tragedi kebangsaan paling memilukan dan memalukan dalam sejarah bangsa ini. Ini adalah teriakan jiwa menyaksikan bangsa yang besar ini sedang berada dalam titik nadzir kekelaman sejarahnya.

Reformasi mati suri! Teramat banyak fakta yang menunjukkan hal ini. Padahal reformasi bergulir dengan perjuangan keringat, air mata, darah bahkan nyawa mahasiswa untuk menjatuhkan rezim diktator. Kini, hampir sewindu reformasi ternyata reformasi yang diharapkan telah mati.

Korupsi dan Supremasi Hukum

Korupsi hari ini semakin menjadi-jadi. Megakorupsi terjadi di berbagai instansi dan tingkatannya. Memang hari ini beberapa kasus korupsi besar terkuak, namun terkesan formalitas dan ternyata tak sedikit yang koruptor yang justru dibebaskan seperti kasus Nurdin Halid. Realitas ini pun menunjukkan supremasi hukum di Indonesia masih utopis.

Korupsi berdampak terhadap berbagai hal, Contoh kasus kelangkaan BBM hari ini. Selain menunjukkan sistem birokrasi yang kacau dalam tubuh PT Pertamina, kelangkaan BBM juga menunjukkan indikasi korupsi sistemik dan akut di PT Pertamina.

Pendidikan

Dunia pendidikan hari ini menangis! Sebuah fakta memalukan sekaligus memilukan terbentang: Hasil riset dua lembaga internasional, Asian South Pacific Bureau of Adult Education (ASPABE) dan Global Campaign for Education (GCE) menunjukkan Pendidikan Indonesia mendapat nilai E jauh di bawah Malaysia dan Thailand yang mendapat nilai A. Bahkan dalam indikator pendidikan bermutu dan gratis, Indonesia mendapat nilai F (Republika, 30 Juni 2005).

RUU BHP yang diajukan pemerintah syarat bernuansa komersialisasi pendidikan dan kapitalisasi pendidikan. Pemerintah terkesan berlepas tanggung jawab masalah pendidikan. Sampai saat ini, alokasi minimal 20% dari APBN untuk pendidikan masih belum terbukti.

Potret buram pendidikan Indonesia tidak hanya itu, siswa sekolah melakukan bunuh diri karena tidak mampu bayar biaya sekolah. Sekitar delapan ratus ribu siswa tidak lulus UAN dan lain sebagainya yang menunjukkan keajaiban ironis dalam dunia pendidikan Indonesia.

Penyakit Masyarakat

Penyakit masyarakat seperti Perjudian, Pelacuran, Pornografi dan Narkoba semakin meraja lela. Kami mengapresiasi dan mendukung gerakan pemberantasan narkoba yang digulirkan oleh Presiden SBY. Namun, jangan dilupakan penyakit masyarakt lain yang memiliki dampak dahsyat bagi bangsa ini.

BEM Se Bandung Raya bersama elemen masyarakat telah mengadakan deklarasi “Jawa Barat Bebas Judi 2005”. Deklarasi ditandatangani oleh Gubernur Jawa Barat, Ketua DPRD Jawa Barat dan Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat. Anehnya, Kapolda Jawa Barat sampai saat ini tidak bersedia menandatangani deklarasi “Jawa Barat Bebas Judi 2005”, padahal itu merupakan kewajibannya berdasarkan Undang-Undang.

Hari ini rakyat Indonesia ingin melihat konsistensi Kapolri baru yang telah menginstruksikan seluruh Kapolda untuk menutup perjudian dalam waktu satu minggu, terhitung mulai tanggal 11 Juli 2005 (Tempo Interaktif, 11 Juli 2005).

Busung Lapar

Fenomena busung lapar merupakan realitas tak terbantahkan. Hal ini menunjukkan kegagalan pemerintah memenuhi kebutuhan dasar masyarakat dalam masalah gizi dan kesehatan. Jika tidak segera diatasi, maka masa depan generasi muda Indonesia tidak lebih baik dari hari ini.

GERAKAN REVOLUSIONER!

Pak Presiden.......

Fakta di atas bukan kenyataan sekedar sebuah tontonan, tapi sebuah realitas yang harus diubah.Oleh karena itu Badan Eksekutif Mahasiswa Se Bandung Raya dengan ini menuntut Presiden Republik Indonesia untuk:

  1. Revolusi Pemberantasan Korupsi: Tegakkan supremasi hukum! Usut tuntas semua kasus korupsi! Lakukan Asas pembuktian terbalik untuk mengungkap korupsi! Hukum mati para koruptor!
  2. Revolusi Pendidikan Indonesia: Relisasikan Alokasi 20% APBN untuk pendidikan! Tolak komersialisasi dan kapitalisasi pendidikan!
  3. Selesaikan Masalah Busung Lapar Secepatnya!
  4. Berantas Penyakit Masyarakat: Wujudkan Gerakan Indonesia Bebas Judi!

Hari ini rakyat merindukan pemimpin seperti Umar bin Khatab yang sederhana dan siap terjun langsung ke masyarakat dan berbaur dengan mereka. Pemimpin yang tegas dalam kebenaran dan sangat takut berkhianat terhadap amanah yang diembannya. Pemimpin yang seringkali sulit tidur karena memikirkan permasalahan rakyatnya.

Atau seperti Umar bin Abdul Aziz yang sukses dalam melakukan revolusi pemberantasan korupsi. Para pejabat diaudit publik dengan asas pembuktian terbalik, jika ada harta yang tidak jelas langsung dimasukkan ke kas negara untuk rakyat. Dalam waktu singkat dia berhasil mengubah negara yang mulanya dalam kondisi krisis menjadi negara makmur, sampai-sampai sulit untuk menemukan orang miskin.

Kompleksitas permasalahan yang luar biasa membutuhkan penanganan luar biasa. Oleh karena itu harus dilakukan langkah-langkah dan gerakan revolusioner untuk melakukan perubahan. Di tengah krisis keberanian dan keteladanan, bangsa Indonesia berharap banyak terhadap Presiden sekarang.

Jika harapan masyarakat ini disia-siakan dan dikhianati, maka bersiaplah Anda untuk dihancurkan oleh doa-doa orang yang terdzalimi. Ingatlah! Amanah sebagai Presiden harus dipertanggungjawabkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dan juga kepada lebih dari dua ratus juta rakyat Indonesia!

“Betapa inginnya kami agar umat ini mengetahui bahwa mereka lebih kami cintai daripada diri kami sendiri. Kami berbangga ketika jiwa-jiwa kami gugur sebagai penebus bagi kehormatan mereka, jika memang tebusan itu yang diperlukan. Atau menjadi harga bagi tegaknya kejayaan, kemuliaan dan terwujudnya cita-cita mereka, jika memang itu harga yang harus dibayar. Tiada sesuatu yang membuat kami bersikap seperti ini selain rasa cinta yang telah mengharu biru hati kami, menguasai perasaan kami, memeras habis air mata kami, dan mencabut rasa ingin tidur dari pelupuk mata kami. Betapa berat rasa di hati ketika kami menyaksikan bencana yang mencabik-cabik umat ini, sementara kita hanya sanggup menyerah pada kehinaan dan pasrah oleh keputusasaan”

(Hasan Al Banna)

Hidup Mahasiswa!

Hidup Rakyat Indonesia!

BEM SE BANDUNG RAYA

BEM UNPAD – KM ITB – BEM UPI – BEM STT TEKSTIL – BEM STT TELKOM – BEM POLTEKES BANDUNG – BEM POLBAN


Saturday, July 16, 2005

AKSI TOLAK RUU BHP BERSAMA BEM SE INDONESIA


RATUSAN mahasiswa perwakilan dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Indonesia berpegangan tangan saat rekannya membacakan tuntutan menyikapi lahirnya RUU BHP di depan Gedung Sate Jalan Diponegoro Bandung, Sabtu (16/7). Sebelum menyatakan sikapnya ini , perwakilan mahasiswa dari 18 perguruan tinggi ini hadir di Bandung untuk mengikuti Lokakarya Pendidikan Nasional dari tanggal13 hingga 16 Juli.*M. GELORA SAPTA/"PR"

Mahasiswa Berunjuk Rasa Menolak RUU BHP

BANDUNG, (Pikiran Rakyat edisi 17 Juli 2005).-


Sekira 100 mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi, Sabtu (16/7) petang, menggelar aksi demonstrasi menolak Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (BHP) versi 24 Juni 2005. Mereka menganggap RUU tersebut menguatkan komersialisasi pendidikan dan salah satu bentuk upaya pemerintah melepaskan tanggung jawabnya dari pendidikan nasional.

Aksi demonstrasi di depan Gedung Sate itu digelar usai "Lokakarya Pendidikan Nasional" di Universitas Padjajaran Jatinangor. Lokakarya diikuti perwakilan mahasiswa dari Unpad, ITB, IPB, UNS, UPI, UI, UNY, Polban, Unila, Unair, Unand, Unsri, UNJ, Unnes, Undip, UNP, UGM, STT Telkom dan UMY.

Sambil meneriakkan yel-yel, mahasiswa juga bergantian berorasi dan mengacungkan poster berisi sindiran dan kecaman terhadap pemerintah yang dianggap tidak bisa menangani dunia pendidikan. Aksi berlangsung hampir tiga jam, karena mahasiswa menunggu hasil rekomendasi lokakarya yang baru berakhir sekira pukul 15.00 WIB di Jatinangor.

Aksi itu pun sempat menyita perhatian masyarakat pengguna jalan dan pengunjung Cooperative Fair di Lapangan Gasibu. Namun, demonstrasi yang berlangsung damai itu tidak sampai mengganggu arus lalu lintas di Jln. Diponegoro.

Dalam pernyataan sikap yang dibacakan Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unpad Indra Kusuma, mahasiswa menuntut DPR dan pemerintah untuk memasukkan 12 rekomendasi hasil lokakarya ke dalam RUU BHP yang akan disahkan. Mereka juga menuntut agar mahasiswa dilibatkan dalam setiap proses pembuatan kebijakan yang menyangkut pendidikan nasional.

Berdasarkan hasil evaluasi mahasiswa, dalam RUU BHP versi terbaru tidak dijelaskan bentuk dan status hukum dari BHP. Mereka juga menilai di dalamnya tidak ada kejelasan tanggung jawab pemerintah dalam pendanaan secara umum dan fungsional BHP, tidak ada jaminan perlindungan bagi peserta didik yang tidak mampu, tidak ada prinsip berkeadilan dan transparansi dalam penarikan dana dari peserta didik, serta tidak diatur secara tegas tentang keterlibatan mahasiswa dalam komposisi anggota Majelis Wali Amanat (MWA).

Selain itu, RUU tersebut tidak menyebutkan definisi mengenai pendiri BHP, tidak ada aturan yang tegas tentang pelaksanaan pendidikan asing di Indonesia, konflik antardepartemen di pemerintahan dalam rencana implementasi RUU BHP, dan ketiadaan standar serta proses pendirian BHP.

Dalam penyelenggaraan BHP juga tidak ada sanksi dan ketentuan pidana yang jelas, juga tidak ada jaminan kesejahteraan bagi karyawan BHP, tidak ada perlindungan dari pemerintah terhadap ancaman kepailitan BHP yang didirikan pemerintah.

"Kita saat ini sudah trauma dengan BHMN. Selain dari segi biaya memberatkan mahasiswa, upaya untuk memperoleh beasiswa pun memerlukan prosedur yang berbelit-belit. Akhirnya sudah jelas, RUU ini semakin mengarahkan komersialisasi pendidikan," ungkap Wapres BEM Unpad, Johan Khan.

Pernyataan serupa dikemukakan Presiden BEM UNS Ikhlas Thamrin, yang menyatakan RUU BHP kali ini jauh lebih "mengerikan" dari RUU sebelumnya. Menurutnya, sikap pemerintah untuk melepaskan tanggung jawab dari pendidikan nasional semakin kentara, dengan tidak jelasnya aturan mengenai penyelenggaraan dan pendanaan BHP.

"Hasil evaluasi kita, isi dari RUU BHP ternyata semakin menguatkan adanya indikasi pemerintah ingin menghilangkan tanggung jawab terhadap pendidikan nasional," ujarnya.

Tidak adanya kejelasan pendanaan dari negara terhadap BHP, imbuh Ikhlas, memungkinkan pimpinan kampus untuk melakukan pungutan, yang ujung-ujungnya mengeksploitasi mahasiswa. Padahal, pemerintah seharusnya memperjuangkan anggaran pendidikan 20% dari APBN.

Pusat tabulasi

Sebagai tindak lanjut dari lokakarya tersebut, mahasiswa akan membentuk pusat tabulasi data dan komisi pengawas untuk menghimpun perkembangan data terbaru mengenai RUU BHP, yang menurut Ikhlas sudah delapan kali mengalami perubahan.

"Tadinya kami akan langsung menyerahkan rekomendasi ini kepada Komisi X DPR RI. Tapi karena mereka sedang reses, kami akan terus menghimpun masukan, dan kembali menggelar lokakarya menjelang pengesahan UU tersebut," ujarnya.

Dalam orasinya mahasiswa sepakat, jika RUU versi 24 Juni 2005 dengan 48 pasal itu sampai disahkan, hal itu semakin menunjukkan kemunduran pemerintah dalam menangani dunia pendidikan. (A-131)***

Wednesday, July 13, 2005

BEM Hadang SBY di Lapangan Gasibu

Berita Penghadangan SBY di Galamedia edisi 13 Juli 2005

DIPONEGORO, (GM).-

Sedikitnya 10 mahasiswa yang merupakan perwakilan dari badan eksekutif mahasiswa (BEM) se-Bandung Raya berhasil menghadang Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), sesaat setelah presiden melakukan peninjauan langsung ke arena pameran Hari Koperasi Nasional (Harkopnas) ke-58 di Lapangan Gasibu, Jln. Diponegoro Bandung, Selasa (12/7). Meski dibatasi barikade keamanan yang sangat ketat, mahasiswa sempat memberikan sebuah surat terbuka dan berdialog langsung dengan SBY.

Keberhasilan menemui SBY itu disambut sukacita para mahasiswa. Sebab, menurut salah seorang dari mahasiswa itu, untuk bisa menemui SBY, mereka harus melalui jalan dan birokrasi yang tergolong berliku. Para mahasiswa juga mengaku, untuk bisa masuk ke Lapangan Gasibu, mereka harus datang secara terpisah agar tidak mengundang perhatian petugas keamanan.

Di Lapangan Gasibu, para mahasiswa itu berkumpul di sektor sebelah kiri pintu keluar areal pameran. Ketika SBY keluar, para mahasiswa langsung mendekati barikade keamanan agar bisa menyodorkan surat terbuka yang sudah mereka siapkan sebelumnya. Di luar dugaan, SBY bersedia menghentikan langkahnya dan menerima surat terbuka dari para mahasiswa itu. Setelah membacanya sepintas, SBY yang didampingi Ny. Ani Yudhoyono langsung berdialog dengan para mahasiswa tersebut.

"Baik, surat ini saya terima. Sebenarnya, bukan ini saja (tuntutan mahasiswa, red) yang harus kita lakukan. Masih banyak yang mesti kita kerjakan. Mengenai penyakit masyarakat (salah satu tuntutan mahasiswa, red), saya akan segera menyampaikannya kepada Kapolri," kata SBY.

Dalam kesempatan itu, SBY masih sempat berpesan kepada para mahasiswa untuk belajar sungguh-sungguh. "Sebab, kalianlah yang akan menggantikan saya di kemudian hari," tambahnya.

Setelah itu, diiringi yel-yel khas mahasiswa, SBY melanjutkan langkahnya menuju Gedung Sate untuk mengikuti jamuan makan siang dari Gubernur Jabar, Drs. H. Danny Setiawan.

Usai menemui SBY, Ketua BEM Sekolah Teknik Tinggi (STT) Tekstil dan Ketua BEM Universitas Padjadjaran (Unpad), Indra Kusumah menjelaskan, dalam surat terbuka yang mereka sampaikan kepada SBY itu setidaknya ada empat tuntutan. Keempat tuntutan tersebut adalah revolusi menyangkut pemberantasan korupsi berupa penegakan hukum dan pengusutan secara tuntas kasus korupsi, merealisasikan anggaran pendidikan 20%, penyelesaian masalah busung lapar, dan mewujudkan gerakan Indonesia bebas judi.

Selain di Lapangan Gasibu, kedatangan SBY di Bandung juga disambut serangkaian aksi unjuk rasa dari berbagai elemen kemahasiswaan dan masyarakat. Kemarin, tercatat ada empat aksi unjuk rasa yang menyambut kedatangan SBY dengan mengusung isu berbeda. Di antaranya pemberantasan judi, penolakan Peraturan Presiden (Perpres) No. 36 tentang Pemanfaatan Lahan Masyarakat, pendidikan, dan pemberantasan korupsi. Aksi unjuk rasa itu berlangsung di dua tempat, yaitu di Jln. Diponegoro depan Pusdai dan Jln. Surapati.

Harkopnas

Pada peringatan Harkopnas ke-58 yang berlangsung di halaman Gedung Sate, SBY meminta pelaku koperasi bersama dengan pemerintah membangun koperasi menjadi lembaga yang sehat, terbuka, dan mandiri. Sebab, selama ini koperasi terkadang dijadikan lahan untuk melakukan korupsi oleh pihak-pihak tertentu sehingga lembaga tersebut sering menanggung banyak utang yang tidak mampu dibayar.

"Saya lihat perkembangan koperasi di seluruh Indonesia semakin baik. Praktek-praktek korupsi semakin tidak ada sehingga kita siap menyongsong koperasi yang baik, sehat, adil, terbuka, dan mandiri," ujarnya.

Untuk itu, SBY mengajak seluruh penggiat koperasi agar melakukan manajemen terbuka dalam pengelolaan koperasi. (B.82/B.83/ B.95)**

SBY Minta Koperasi Bebas dari Korupsi

BANDUNG, (Berita Pencegatan SBY di Pikiran Rakyat edisi 13 Juli 2005).-
Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono mengungkapkan koperasi jangan lagi menjadi lahan untuk melakukan praktik korupsi atau sekadar menampung utang yang tak mampu dibayar. Kinilah saatnya mereka yang bergiat dalam aktivitas koperasi bersama pemerintah bahu-membahu membangun koperasi yang sehat, terbuka, dan mandiri.

Demikian disampaikan Presiden pada sambutan memperingati Hari Koperasi Nasional (Harkopnas) ke-58 di Gedung Sate Bandung, Selasa (12/7). Pada kegiatan itu, presiden didampingi Ny. Ani Yudhoyono serta beberapa menteri dalam Kabinet Indonesia Bersatu. Hadir pula Gubernur Jabar Danny Setiawan, Ketua DPRD Jabar H.A.M Ruslan, Wagub Nu'man Abdul Hakim, dan unsur Muspida Jabar lainnya.

Dalam kesempatan Harkopnas itu, dilakukan penyerahan kredit sebesar Rp 443 miliar bagi 49 koperasi dan 6.960 usaha kecil dan menengah (UKM). Presiden pada kesempatan itu juga memberikan sejumlah penghargaan, yaitu 17 Satya Lencana Pembangunan dan Wirakarya, 56 Satya Lencana Bakti Koperasi, 75 penghargaan untuk koperasi berprestasi, dan 17 penghargaan bagi pemenang lomba karya tulis koperasi.

Usai menghadiri Peringatan Hari Koperasi, Presiden Yudhoyono juga meresmikan beroperasinya jalan layang Pasteur-Surapati dan Jalan Tol Cikampek-Purwakarta-Padalarang (Cipularang) Tahap II.

Menurut presiden, dalam aktivitas meningkatkan peran dan kinerja koperasi saat ini, ia melihat perkembangan yang baik di seluruh koperasi di Indonesia. "Bahwa praktik-praktik (korupsi dan menumpuk utang yang tidak mampu dibayar dalam koperasi-red.) seperti itu semakin tidak ada. Kita menyongsong dan berharap koperasi yang tumbuh dengan baik dan secara adil yang semuanya dikontribusikan untuk anggota khususnya dan rakyat kita pada umumnya," tuturnya.

Ditegaskan, sekarang inilah saatnya para penggiat koperasi bersama-sama pemerintah membangun koperasi sebagai lembaga usaha yang sehat terbuka dan mandiri. Sehat artinya terhindar dari segala bentuk penyimpangan, terbuka artinya manajemen koperasi tidak boleh ditutup-tutupi sesuai dengan semangat koperasi itu sendiri yang tengah biasa terbuka untuk diketahui oleh anggotanya. "Dan, mandiri artinya koperasi bekerja secara independen bebas dari segala intervensi dan terkendali dari pihak-pihak yang tidak berhubungan dengan koperasi itu sendiri," tegas Yudhoyono.

Profesional

Pada kaitan ini, ia berharap kope­rasi semakin dikelola dengan manajemen dan prinsip-prinsip profesionalitas. "Jangan berharap koperasi-koperasi yang dikelola secara sambil lalu dapat berhasil dan maju. Sebab, pengelolaan semacam itu sangat jauh dari semangat etos kerja yang tinggi."

Pengelolaan koperasi secara sambil lalu, menyebabkan koperasi tidak mampu bertahan hidup apalagi berkembang. "Pengelola koperasi yang secara sambil lalu itu umumnya tidak memiliki sifat amanah yang tinggi, dan acapkali terjadi pada masa lalu. Tapi, sekarang sudah banyak yang berubah ke arah yang lebih baik," ujarnya.

Presiden mengingatkan untuk mencegah penyalahgunaan badan hukum koperasi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, mengingat banyaknya kemudahan dan fasilitas yang diberikan kepada badan usaha koperasi. "Kita harus mengelolanya sekali lagi secara sungguh-sungguh, secara sehat, secara terbuka, dan akuntabel. Sebagai komitmen dalam memberdayakan koperasi, kelompok usaha kecil dan menengah, sudah pula dilakukan perkuatan permodalan," katanya.

Ia memisalkan langkah yang dilakukan Kementerian Negara Koperasi dan UKM melalui koperasi simpan pinjam yang kini sedang digiatkan. "Koperasi simpan pinjam itu bisa mendukung dan memfasilitasi terwujudnya 70.000 unit koperasi berkualitas dan enam juta unit usaha baru di seluruh Indonesia. Kita berharap langkah-langkah ini benar-benar memberikan sumbangan penting bagi perkuatan ekonomi rakyat melalui koperasi dan UKM," tuturnya.

Presiden juga menyambut gembira adanya kesepakatan enam menteri negara, yaitu Departemen Pertanian, Kehutanan, Kelautan dan Perikanan, Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal serta Menteri Negara Koperasi dan UKM, untuk melaksanakan program terpadu membangun ekonomi pedesaan, berbasis agrobisnis berkonseptual dan berkelanjutan.

Sebelumnya, Menteri Negara Koperasi dan UKM Suryadharma Ali mengatakan koperasi simpan pinjam (KSP) ternyata mampu membantu memberikan permodalan kepada KUKM di daerah pedesaan. Karena itu lembaga keuangan nonbank ini perlu digalakkan lagi.

Dikatakan, tidak semua koperasi simpan pinjam itu buruk. "Buktinya dari sekira 36.000 unit KSP yang ada tersebar di seluruh pelosok Indonesia, banyak juga yang ber­hasil dan maju. Bahkan, ada beberapa yang dapat dibanggakan karena mampu membantu memberikan pinjaman tanpa agunan," katanya.

Sikap BEM

Pengamanan pasukan pengaman presiden (paspamres) ternyata masih bisa diterobos barisan mahasiswa untuk bertemu langsung dan bahkan menyampaikan aspirasinya kepada presiden. Hal itu terjadi pada Selasa (12/7), ketika belasan mahasiswa dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Se-Bandung Raya mampu menerobos barikade pengaman dan mencegat presiden, ketika ia bersama Ny. Ani Yudhoyono berjalan meninggalkan Lapangan Gasibu menuju Gedung Sate, usai meninjau Pekan Raya Koperasi (Cooperative Fair) 2005.

Dalam kawalan ketat paspamres serta aparat kepolisian yang menjadi pagar betis antara massa yang mencoba mendekati kepala negara dengan jalur yang hendak dilaluinya, tiba-tiba langkah Yudhoyono terhenti saat sekelompok mahasiswa berteriak "Interupsi, Interupsi Pak!"

Salah seorang di antara mahasiswa itu kemudian menyerahkan map berwarna hijau muda. "Isinya adalah surat terbuka kami BEM Mahasiswa kepada Bapak Presiden, mohon dikaji dengan cermat," ungkap sang mahasiswa yang belakangan diketahui bernama Indra Kusumah, Presiden BEM Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung.

Presiden segera membuka map tersebut dan membaca selintas isi di dalamnya. "Oh, ya. Sebetulnya, apa yang mesti saya lakukan lebih dari ini? Baiklah ini saya bawa dan akan dikaji, terima kasih. Saya kagum pada Anda semua. Anda semua nanti yang kelak akan menggantikan saya. Terima kasih, selamat belajar, salam untuk semua," ungkap SBY, sambil menyerahkan map tersebut kepada ajudannya.

Seorang perwakilan BEM lainnya, Johan kemudian mengungkapkan tentang sudah ditandatanganinya Komitmen Jabar Bebas Judi 2005 oleh unsur Muspida Jabar, kecuali Kapolda Jabar. "Kami minta tindakan konkret pemberantasan perjudian," katanya.

Mendengar itu, SBY hanya tersenyum dan melanjutkan langkahnya menuju anak tangga ke pinggi Jalan Diponegoro. Di sana sudah menunggu mobil mini yang mengantarkannya bersama Ny. Ani Yudhoyono kembali ke Gedung Sate untuk bersantap siang. Barisan mahasiswa kemudian membubarkan diri dan berteriak sambil mengepalkan tangan ke atas. "Merdeka, Merdeka!" kata mereka.

Dalam salinan foto kopi surat terbuka kepada Presiden SBY terpapar aspirasi dan tuntutan para mahasiswa. "Surat ini adalah suara hati mahasiswa yang lahir dari tragedi kebangsaan paling memilukan dan memalukan dalam sejarah bangsa ini. Ini adalah teriakan jiwa menyaksikan bangsa yang besar ini sedang berada dalam titik nadir kekelaman sejarahnya. Reformasi mati suri!"

Dalam surat itu, BEM Bandung Raya mengindentifikasi empat persoalan pelik bangsa yang belum terselesaikan sampai sekarang, yakni korupsi dan lemahnya supremasi hukum, pendidikan, penyakit masyarakat seperti perjudian, pelacuran, pornografi dan narkoba, serta busung lapar.

BEM mendesak Presiden SBY melakukan empat hal yakni revolusi pemberantasan korupsi, revolusi pendidikan Indonesia, selesaikan masalah busung lapar secepatnya, dan berantas penyakit masyarakat.

Aksi unjuk rasa

Sementara itu di sekitar Gedung Sate, tiga elemen mahasiswa dan masyarakat menggelar aksi demonstrasi dengan agenda yang berbeda. Sekira pukul 09.00 wib, puluhan anggota Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) yang sebelumnya berkumpul di Pusdai, mengadakan orasi di depan Gedung RRI.

Dalam pernyataan sikapnya, KAMMI Daerah Bandung mendesak pemerintah untuk segera menuntaskan semua kasus korupsi di Indonesia, menindak tegas para mafia BBM yang telah menyengsarakan rakyat, dan meminta pemerintah untuk segera membersihkan Pertamina dari para koruptor.

"Pemerintah harus segera menutup semua tempat hiburan malam yang menjadi sarang maksiat dan pemborosan energi. Kami juga mendesak pemerintah untuk membersihkan Indonesia dari praktik perjudian, pornoaksi, pornografi dan bentuk kemaksiatan lainnya," ujar Ketua KAMMI Daerah Bandung, Didi Rahmad Suhardi Nazar.

Selang beberapa waktu, sekira 30 mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Unpas tiba di lokasi yang sama dari arah Jln. Citarum. Rombongan KAMMI kemudian memutar arah ke Jln. Suci untuk menuju Gedung Pusdiklat Pertamina di depan Monumen Perjuangan Jawa Barat untuk meneruskan aksinya.

Dalam aksinya, mahasiswa Unpas mendesak agar diperbolehkan memasuki Jln. Diponegoro. Namun, aksi tersebut dihadang aparat ke­polisian dan sempat terjadi ketegangan di antara kedua belah pihak.

Mahasiswa akhirnya memutuskan untuk melakukan aksi pembakaran ban bekas di pertigaan jalan tersebut. Aparat kepolisian berusaha memadamkan dan merebut ban tersebut sehingga sempat terjadi kejar-kejaran. Aksi tersebut berakhir setelah ban bekas masuk ke dalam parit.

Dalam pernyataan sikapnya, mahasiswa menuntut agar pemerintah segera mencabut Perpres No. 36/2005 karena dianggap dapat merampas hak rakyat dengan dalih untuk pelaksanaan pembangunan. "Perpres tersebut hanya dijadikan sebagai alat legitimasi bagi pemerintah untuk menindas rakyatnya demi keuntungan pemerintah berserta kaum kapitalis borjuis," seru mahasiswa.

Mereka juga menuntut agar pemerintah segera mengembalikan sepenuhnya hak-hak orang miskin yang digusur dan jika tuntutan tersebut tidak dipenuhi mereka meminta pemerintahan SBY-JK untuk turun.

Sementara itu di sekitar Pusdai, aktivis GPI Jawa Barat, Gerakan Mahasiswa Pembebasan, Pemuda Persis Kota Bandung, Corps Mubaligh Bandung dan Majelis Mujahidin bergantian menggelar orasi. Mereka antara lain menyerukan agar pemerintah menolak segala bentuk intervensi asing dan konspirasi global tentang terorisme dan menghentikan penangkapan terhadap aktivis Islam.

Selain itu, pemerintah juga diminta segera menghapuskan Kominda (Komunitas Intelijen Daerah) yang dapat meresahkan masyarakat dan hanya menjadi perpanjangan tangan pihak asing untuk meneror masyarakat dan mengintai gerakan dakwah Islam yang bermaksud menegakkan syariah Islam. "Kami juga menuntut dan menyerukan kepada pemerintah dan orasinya.(A-64/A-131)***


SEKELOMPOK MAHASISWA CEGAT PRESIDEN SBY DI BANDUNG

Bandung (ANTARA News) -

Duapuluh mahasiswa dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Bandung Raya, Selasa, mencegat Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono yang tengah berjalan kaki ke Gedung Sate seusai meninjau "Cooperative Fair" dalam acara Peringatan Hari Koperasi Nasional Ke-58 di Bandung.

Mahasiswa tersebut melalui Ketua BEM Universitas Padjadjaran, Indra, langsung menyerahkan surat terbuka kepada Presiden RI dengan penjagaan ketat aparat keamanan dari kepolisian.

Di dalam surat tersebut, ada empat poin yang dikritisi oleh mahasiswa, yakni, korupsi dan supremasi hukum, pendidikan, penyakit masyarakat dan busung lapar.

Bahkan, disebutkan pula dalam surat itu, `Gerakan Revolusioner` dalam hal, pertama, revolusi pemberantasan korupsi, revolusi pendidikan Indonesia, selesaikan masalah busung lapar secepatnya dan berantas penyakit masyarakat.

Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono ketika menerima surat tersebut, mengatakan, saya menerima surat terbuka ini dengan baik, tapi bukan masalah empat poin saja yang harus diselesaikan."Melainkan masih banyak persoalan lain yang harus diselesaikan," tegasnya.

Khususnya masalah pemberantasan judi yang diminta oleh mahasiswa, Susilo Bambang Yudhoyono menyebutkan persoalan judi tersebut akan disampaikan kepada Kapolri.

Namun, menurut dia, mahasiswa harus belajar yang baik karena merupakan generasi penerus bangsa."Mahasiswa harus belajar yang baik, karena kalian yang akan menggantikan saya ke depan nanti," tandasnya.

Kemudian, seusai menyerahkan surat itu, para mahasiswa langsung beranjak meninggalkan areal pelaksanaan pameran Hari Koperasi yang digelar di Lapangan Gasibu.

Sementara itu, sebelumnya selama kedatangan Presiden RI dalam rangka Puncak Peringatan Hari Koperasi Nasional ke-58 tahun 2005, tercatat terjadi empat gelombang unjuk rasa dari berbagai elemen.Pengunjuk rasa tersebut berasal dari FPI yang diikuti oleh 300 orang pengunjuk rasa dengan bertempat di Jalan Diponegoro, yang menuntut adanya pemberantasan praktek judi.

Lalu, sekitar 30 orang massa Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Bandung Raya yang menunjuk soal Perpres Nomor 36, massa GPI serta massa KAMMI yang menuntut pemberantasan praktek korupsi yang melakukan unjuk rasa di Jalan Suci.

Ratusan Mahasiswa "Kepung" Presiden SBY

BANDUNG (Pos Kota) - Ratusan mahasiswa dari berbagai organisasi dan kampus di Bandung, Selasa (12/7) mengepung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, ketika menghadiri peringatan ke-58 Hari Koperasi di halaman Kantor Gubernur Jawa Barat, Gedung Sate, Bandung.

Mahasiswa yang datang dari delapan penjuru angin itu, dengan berani langsung mencegat presiden yang tengah berjalan menuju Lapangan Gasibu untuk meninjau pelaksanaan Bazar Koperasi. Para mahasiswa tersebut langsung menyerahkan surat terbuka dan dengan sedikit terperangah akhirnya presiden menerima.

Petugas keamanan tidak menyadari bakal terjadi peristiwa tersebut terlihat kalang kabut mengamankan Kepala Negara dan rombongan melanjutkan perjalanan menuju Lapangan Gasibu.

Dalam surat terbuka setebal 4 halaman yang diserahkan Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unpad Indra Kusumah dan Tri Wahyu Presiden BEM STT Telkom para mahasiswa menuntut agar Presiden SBY menegakkan demokrasi tanpa pandang bulu berani meberantas korupsi sampai akar-akarnya dan dengan tegas menegakkan hukum.

Di samping itu juga memperhatikan dunia pendidikan dan memberantas tuntas berbagai penyakit masyarakat, seperti perjudian dan narkoba. Memenuhi kebutuhan gizi masyarakat.

Menurut para mahasiswa demokrasi yang dibangun mahasiswa melalui reformasi tujuh tahun lalu, dengan keringat, air mata, darah, bahkan nyawa, saat ini mati suri. Sementara korupsi semakin menjadi-jadi, berbagai kasus korupsi besar yang dibongkar terkesan hanya formalitas dan ternyata tidak sedikit koruptor yang justru dibebaskan.

Dunia pendidikan masih memalukan dam memilukan. Berdasarkan hasil riset lembaga swadaya masyarakat internasional, hasil pendidikan di Indonesia mendapat nilai E.

Para mahasiswa menuntut agar Presiden SBY melakukan revolusi pemberantasan korupsi, merealisasikan anggaran pendidikan sebesar 20 persen dalam APBN, menyelesaikan busung lapar dan memberantas penyakit masyarakat.

Menanggapi surat terbuka dan tuntutan tersebut, Presiden SBY dalam sambutannya saat meresmikan penggunaan Jalan dan Jembatan Layang Pasteur - Cikapayang dan Surapati (Pasupati) mengatakan dirinya akan memperhatikan aspirasi, masukkan dan kritik dari mahasiswa tersebut. Menurut SBY, surat terbuka tersebut sangat bagus, dan membuat dirinya semakin tahu apa yang sebenarnya terjadi dan apa yang sebenarnya diinginkan masyarakat.

Dalam pidato sambutannya SBY juga menjawab kekhawatiran masyarakat tentang terbitnya Perpres No. 36 tahun 2005, mengenai tata cara pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan. Menurut Kepala Negara, dirinya tidak punya niat menyengsarakan rakyat dan menguntungkan investor. ] (chevy/syamsudin/endang/dono)
http://www.harianposkota.com/real_baca.asp?id=7577&action=bacanews&ik=14